Seulas senyum terukir di bibirku
Teringat
kisah kita
Disaat kau
dan aku tertawa bersama disela-sela pelajaran yang tengah kita bahas
Disaat kau
dan aku sama-sama didera kesalahpahaman
Disaat aku
memutuskan untuk melakukan sesuatu untuk merubah segalanya
Dan disaat
itulah aku mengerti…
Ya. Aku
mengerti seharusnya tak usah lagi kupikirkan
Aku memgerti
seharusnya tak usah lagi kuingat
Bukankah itu
sudah tertulis jelas di tulisan terakhir untuknya?
Ah bagaimana
aku bisa sepura-pura tak mengerti?!
Pikiranku
berkecamuk
Rasanya
sesak mengingat obrolan singkat kita
Bagaimana
mungkin aku berharap yang ‘iya-iya’
Seharusnya
aku tahu diri,kan?
Aku ingin
melupakan.
Aku tak
ingin semua pikiranku berujung memikirkannya
Ya. Aku
mengaku, memang itulah yang terjadi padaku semenjak ‘kejadian itu’
Ingin
melupakan. Ingin tak mengingat. Ingin jauh padahal sudah jauh.
Tapi aku tak
ingin melupakan.
Bukan. Bukan
melupakan.
Aku hanya
ingin membiasakan
Membiasakan
untuk tak lagi mengingat, mengenang bahkan sampai merindukan.
Membiasakan
untuk berlaku seakan tak terjadi apa-apa
Bukan
melupakan
Hanya ingin
terus melangkah tanpa ada bayang-bayangnya lagi
Melangkah
menuju asa yang tak terlampaui, hanya ada aku. Dan tuhanku.
Bukan
melupakan
Hanya akan
tersenyum dan terus tersenyum seakan menyadari bahwa lebih baik aku begini
Hanya ingin
tersenyum dan terus tersenyum ketika apapun di depan nanti terjadi
Dari sisi
dia atau dariku.
Bukan
melupakan
Hanya ingin
mengkosongkan hati dan pikiran dan membukanya lagi kelak seandainya jodoh itu
datang.
Hanya ingin
tersadar kalau perasaan pikiran dan hati kita berbeda.
Aku
tersenyum sekali lagi
Biarlah
namanya yang memenuhi hati dan pikiranku ini kusebutkan dikala aku bertemu
dengan Tuhanku. Allah SWT.
Biarlah
suara aura dan senyumnya kusimpan di tempat terujung hatiku
Biarlah
namanya terukir indah di dalam entri-entri diaryku.
Biarlah aku
belajar mengikhlaskan segala-galanya yang belum tentu milikku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.